DINAMIKA PERKEMBANGAN MUSIK BARU 1.
.
Adorno di dalam bukunya Philosophy of New Music menulis bahwa apologetika dari musik baru lebih bermanfaat dalam menentang industri budaya[1]. Adorno terlihat begitu keras terhadap budaya masa yang dianggap ekploitatif, menyembunyikan esensi, melihat budaya hanya sekedar menjadi sebuah komoditasdan membuat masyarakat terlena untuk terus mengkonsumsi untuk mengisi waktu luangnya. Adorno dengan tegas memberi batas, oposisi biner antara musik baru dan budaya masa, dimana musik baru dianggap sebagai “penyelamat” yang mampu membawa masyarakat menuju oase pencerahan ketimbang hanya menjadi objek ekploitasi dari budaya masa.
.
Sampai saat ini, tidak sedikit penulis menemukan anggapan bahwa musik pop yang notabene adalah bagian dari budaya masa dianggap tidak memiliki potensi apa-apa. Musik pop seringkali dianggap sebagai angin lalu untuk mengisi waktu luang dengan segala kehampaannya yang dikemas dengan begitu gemerlap. Namun tidak sedikit pula yang menganggap bahwa musik pop memiliki potensi-potensi yang justru kini banyak digunakan di musik baru, atau sebaliknya banyak penemuan material di musik baru yang digunakan di dalam musik pop. Dua kubu yang dahulu dipertentangkan oleh Adorno kini “bermesraan” dan saling merangkul satu sama lain.
.
Bagaimanakah kedua kubu ini saling bertemu? Dan seperti apakah bentuknya?. Alkisah, pada suatu hari Paul McCartney menemukan karya Karlheinz Stockhausen “Gesang der Jünglinge” dan ia pun menyukainya. Atas permintaannya, para teknisi di studio Abbey Road memasukkan efek serupa ke dalam lagu "Tomorrow Never Knows". Sebagai ucapan terima kasih, The Beatles memasang wajah Stockhausen di sampul album Sgt. Pepper’s Lonely Hearts Club Band[2].Selain di lagu The Beatles, pemakaian material yang notabene diasosiasikan pada penemuan material musik di ranah musik baru pun hadir di dalam musik jazz. Fenomena tersebut dapat kita dengarkan karya instrumental jazz dari Steve Lehman Octet yang berjudul “Echoes”. Steve Lehmann melibatkan teknik yang sering dipakai musik spektral untuk membangun harmoni di dalam karya ini. Musik spektral sendiri adalah sebuah aliran yang berkembang di perancis di tahun 1970an yang meletakan teknik analisis spektra dari bunyi tertentu sebagai landasan pengorganisiran harmoni.
.
Dua contoh diatas adalah bagaimana inovasi material di musik baru digunakan di musik-musik yang sering diidentikan dengan budaya masa. Lalu bagaimakah penggunaan unsur-unsur musik pop di dalam musik baru digunakan?. Apakah penggunaan elemen musik pop itu sendiri membuat musik baru terjerembab dalam arus budaya masa yang membuatnya hanya menjadi bagian dari komoditas dan kehilangan esensinya?. Marko Ciciliani di dalam tulisannya Music in the Expanded Fieldberargumen bahwa generasi muda kini lebih mudah merangkul unsur-unsur budaya pop, bukan berarti tidak bisa mengamatinya secara kritis. Tetapi budaya pop tidak lagi terasa seperti sesuatu yang hanya dipaksakan kepada mereka oleh sistem kapitalis; seringkali itu telah menjadi bagian dari identitas budaya mereka sendiri[3].
.
Adalah satu fakta tersendiri bahwa generasi milenial saat ini lahir ketika MTV dan VH1 hadir dan telah menjadi bagian dari hidup mereka. Hal tersebut pastinya secara langsung dan tidak langsung akan mempengaruhi keseharian mereka hingga merasuk ke dalam karya-karya mereka. Lalu, apakah persinggungan tersebut akan membuat mereka tergelincir pada “kemiskinan” budaya masa yang menjebak manusia ke dalam arus komoditas seperti yang diyakini oleh Adorno?. Sepertinya terlalu “angkuh” untuk berkeyakinan seperti itu, karena pernyataan itu secara tidak langsung mendiskreditkan generasi saat ini dan menganggap mereka tidak mampu berpikir secara kritis.
.
Lalu bagaimana unsur musik pop digunakan secara kritis di dalam musik baru saat ini?. Di satu contoh karya di dalam ceramahnya, Johannes Kreidler memperlihatkan bagaimana ia “mendekonstruksi” karya dari Brian Ferneyhough[4]. Di dalam karya tersebut kita bisa mendengar bagaimana Kreidler merombak “String Quartet No. 2” dari Brian Ferneyhough menjadi sebuah karya parodi yang kini mempunyai progresi akor sederhana yang terdengar seperti musik pop. Hal ini mengingatkan penulis akan salah satu ciri estetika musik pasca modern yaitu parodi. Parodi sendiri mengandung unsur satir, dan di dalam karya itu Kreidler seperti bermain-main dan menurunkan derajat dari karya yang menjadi “simbol” modernisme di musik. Hal tersebut seperti sebuah kritik secara tidak langsung atas keyakinan kaum modernisme yang menganggap dirinya unggul dengan segala pencapaiannya dengan menurunkan derajatnya dan menjadikannya sebagai objek mainan.
.
Selain menggunakan unsur-unsur musik pop dengan kritis, unsur-unsur musik pop pun digunakan sebagai salah satu referensi material di musik baru, seperti penggunaan unsur audiovisual yang sering digunakan di musik pop. Tentu penggunaan unsur visual di dalam musik baru tidak hanya digunakan sebagai pernak-pernik pendukung saja, namun menjadi bagian integral dari karya. Yang juga menarik dari penggunaan unsur visual di dalam musik pop adalah bagaimana mereka membangun unsur semantik tertentu di dalam aspek visual yang mereka gunakan dan hal seperti ini juga menjadi sebuah hal yang diteliti di ranah musik baru dan dianggap sebagai sebuah potensi artistik.
.
Seiring waktu berjalan, wacana di dalam ranah musik juga berubah mengikuti perubahan zaman. Perjalanan waktu tersebut seringkali meleburkan hal-hal yang dahulunya dipertentangkan, seperti pertentangan keras antara budaya tinggi dan budaya masa. Hal ini mengingatkan penulis bahwa setiap zaman mempunyai generasinya sendiri, dan setiap generasi mempunyai keunikannya sendiri yang tidak bisa disamakan atau diukur dari cara pandang dengan generasi-generasi sebelumnya. Hal ini juga memberi gambaran kepada penulis bahwa budaya itu lentur, mengalir, tidak statis dan selalu berubah.
.
SEPTIAN DWI CAHYO
11 Oktober 2020, ditulis ketika tidak bisa tidur karena kebanyakan minum kopi dan teralu cemas akan kepastian di masa depan. padahal mungkin kalau kita tidak ada arah dan tujuan, kita tidak akan pernah merasa tersesat?.
.
[1] Theodor W. Adorno. Philosopy of New Music. University of Minessota Press. Hal. 24.
[2] Alex Ross. The Rest is Noise. Farrar, Straus and Giroux. Hal. 356
[3] Marko Ciciliani. Music in the Expanded Field – On Recent Approaches to Interdisciplinary Composition. Di Rebhahn, M., Schäfer, T. [Ed.]. Darmstädter Beiträge zur Neuen Musik. Mainz: Schott. Hal. 26.
[4] Tonton: https://www.youtube.com/watch?v=T-kEs_RIiiE (menit ke 6:33)
5Anda, Dion Nataraja, Aristofani Fahmi dan 2 lainnya